Efek Kronobiologi Pada Penderita Depresi

Depresi merupakan salah satu kelainan mental dan mempengaruhi hampir 15% populasi di dunia. Kondisi ini biasanya dikaitkan dengan pola tidur, diet, dan perubahan berat badan. Selain itu, depresi juga identik dnegan retardasi mental, gangguan konsentrasi, dan kelelahan. Depresi biasanya diobati dengan intervensi medis atau psikiatri, misalnya terapi dengan mirtazapine, fluoxetine, bupropion, dan venlafaxine. Terkadang, terapi antidepresan ini juga dikombinasi dengan pemberian terapi psikis sebagai langkah meningkatkan efek terapi. Seringkali depresi tidak ditangani dengan baik sehingga meningkatkan faktor resiko penyakit lain.

Depresi sering dicirikan dengan perubahan mood, makan, dan tidur. Perubahan tersebut menyebabkan gangguan pada ritme sirkadian (jam biologis tubuh) dan mengubah kronotipe seseorang menjadi tipe eveningness. Kronotipe seseorang berkaitan dengan durasi ritme sirkadian. Kronotipe morningness memiliki periode yang lebih singkat dibandingkan tipe eveningness, variasi amplitude, dan perubahan fase. tipe eveningness ekstrem cenderung mengalami perubahan fase circadian ke pagi hari dan harus beradaptasi dengan kebutuhan jam sosial. Pada kondisi ini, tidur, makan, sekolah, atau waktu bekerja mengalami misalignment  dengan waktu sirkadian internal tubuh. Desinkronisasi ini disebut dengan social jetlag, sebuah kondisi yang sering dikaitkan dengan merokok, depresi, dan obesitas.


Sistem irama sirkadian berperan dalam pengaturan fungsi fisiologi melalui siklus eksternal 24 jam. Sistem ini sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Hal tersebut dapat berubah dengan adanya sedikit cahaya dan kemudian disinkronisasikan. Irama sirkadian berperangaruh pada tingkah laku, kebiasaan, fungsi fisiologis, dan metabolisme tubuh melalui siklus terang-gelap. Proses fisiolohi ini memiliki jam biologisnya sendiri, tetapi selalu disinkronisasikan dengan perubahan cahaya yang disebut zeitgeber. Terdapat fase transisi yang penting dalam proses pengaturan irama sirkadian internal yaitu dawn twilight dan dusk twilightIrama sirkadian diatur melalui sensitasi zeitgeber untuk menyesuaikan waktu eksternal. Pada manusia, fase transisi ini terang-gelap ini sangat penting karena banyak proses fisiologis dan biokimia yang terjadi saat senja, contohnya penurunan konsentrasi melatonin plasma.

Sistem sirkadian akan berada dalam fasea antisipatif akibat perubahan intensitas cahaya matahari. Hal tersebut dapat berbeda di tiap daerah terutama yang memiliki musim dingin, proses transisi antara ritme internal dan eksternal tidak hanya sekali terjadi dan dapat meningkatkan risiko seasonal affective disorder. Simulasi perubahan intensitas cahaya secara gradual (redup) dapat menjadi upaya untuk mencegah hal itu. Dawn light harus diberikan secara bertahap (2.2 log10 lux/jam hingga 250 lux) selama kurang lebih 2 jam saat proses intervensi.  Pemberian intervensi ini dapat menurunkan insiden seasonal affective disorder dengan kecepatan yang sama dengan 250 lux dalam 30 menit (saat 5.30 pagi hingga 6 pagi)

Zeitgeber lain yang dapat mempengarhi sirkadian internal adalah social zeitgeber seperti aktivitas, kultur, dan interaksi sosial. Berdasarkan teori, gangguan zeitgeber sosial disebabkan oleh depresi. Disrupsi ritme sosial dapat mempengaruhi irama biologis seperti temperatur, hormon kortisol, dan melatonin. Stresor memicu hipotalamus memproduksi corticotrophin Releasing Hormone (RH) dan meningkatkan produksi hormon kortisol. Stresor juga mempengaruhi nuclei cereleus dan menstimulasi aktivitas simpatis sehingga produksi hormon norepinephrin meningkat. Stresor mem-blok aktivitas sistem kelenjar pineal dan raphe nuclei yang memproduksi hormon serotonin dan melatonin. Hormon tersebut dapat mempengaruhi kondisi psikologis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar